Berikut adalah kisah yang dikutip dari infoaneh.blogspot.com tentang orang batak yang lolos dari kekejaman kamp konsentrasi Nazi Hitler. Semoga menambah wawasan!
Di DALAM tubuh Parlindungan Lubis,
tidak setetes pun mengalir darah Yahudi. Dia Batak tulen dari
Mandailing. Namun kenyataannya, dia harus mendekam selama lima tahun di
kamp konsentrasi NAZI , dan masih beruntung bisa keluar dari tempat
penyiksaan dan pembantaian yang sadis tiada tandingannya itu. Lubis
mengisahkan pengalamannya yang luar biasa itu dalam sebuah otobiografi.
Sudah agak lama beredar; namun buku tersebut masih tetap aktual sampai
sekarang.
Pasalnya, dialah satu-satunya orang
Indonesia yang mengalami langsung hari-hari mencekam di kamp konsentrasi
Nazi. Tempat pembantaian yang mengerikan itu sengaja dibangun untuk
mewujudkan impian gila Hitler, yaitu memusnahkan etnis Yahudi, kaum gay,
orang-orang cacat, gipsi dan Saksi Jehovah.
Berikut ini Anda bisa menyimak
mosaik-mosaik pengalaman Pandapotan Lubis yang sungguh dramatis itu,
melalui resensi buku tersebut yang ditulis oleh Koencoro : Otobiografi
Parlindoengan Loebis.
LUBIS berangkat ke Negeri Belanda
untuk belajar Kedokteran, setelah lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia
menuliskannya). Semasa di Betawi, ia sempat aktif di Jong Islamieten
Bond dan Jong Batak, yang kemudian bersama perhimpunan mahasiswa lain
(selain Jong Java) bersatu membentuk PPPI dan Indonesia Moeda.
Di Leiden, tak lama ia direkrut
Perhimpoenan Indonesia. Sepeninggal Hatta cs, PI bersifat kekirian,
dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat Lubis menjadi ketua, selama 3
tahun, dan membawa PI ke arah yang tak begitu kiri. Kerjasama dengan
Partai Komunis Belanda dihentikan, lalu bekerjasama dengan Partai
Sosialis (SDAP).
Kemudian PD II pecah. Mei 1940, saat
Jerman bergerak ke barat, Belanda menyerah nyaris tanpa perlawanan. Dan
bahkan kemudian kehidupan masih tampak normal dalam pendudukan Jerman.
Sebelum serangan Jerman pun, partai NSB yang pro Jerman pernah
memperoleh suara cukup besar (separuh suara) dari rakyat Belanda.
Selama pendudukan Jerman ini, Lubis
sempat menyelesaikan kuliah di Leiden, lalu menikah di Haarlem,
menjajagi bekerja di Utrecht, dan akhirnya membuka praktek di Amsterdam.
Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua orang reserse Belanda menjemputnya.
Loebis dipenjarakan, dan kemudian dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru
pada tahun 1945, Loebis mengetahui alasan penahanannya:
Ternyata Jerman sedang membuka front
baru melawan Sovyet, dan para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan
menjadi partisan di belakang front). Kamp Konsentrasi yang pertama
dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini, tawanan belum disuruh bekerja,
tetapi hanya disuruh apel dan berolah raga. Kemudian seluruh isi kamp
ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di sini, tawanan memperoleh
perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat berduri. Juga mulai
sering disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman, maupun terutama
oleh orang NSB.
Lubis kemudian dipindahkan ke Kamp
Buchenwald di Jerman. Di sini Lubis mulai kehilangan harapan untuk
dibebaskan, kecuali perang berakhir dengan kekalahan Jerman. Ia
memutuskan untuk hidup secara efisien dan tanpa hati, untuk bertahan
hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka membuka hutan di pegunungan
berkabut, memecah batu, membuat barak, saluran air, listrik, bengkel,
dll, selama 7 hari seminggu, 14 jam sehari. Tawanan sering dipukuli,
bahkan hingga mati. Tawanan yang mengobrol ditembak.
Namun kemudian Lubis dipindahkan lagi,
pada Oktober 1942, ke Sachsenhausen, ke instalasi pabrik pesawat perang
Heinkel. Di sini situasi lebih baik. Kamp lebih difokuskan pada
pekerjaan teknis, biarpun kekejaman masih berlangsung, dan menyita nyawa
manusia segala bangsa di sana. Kali ini, dia ditugaskan sebagai dokter
kamp, sehingga tugasnya lebih ringan. Lubis jarang mengulas tentang
Yahudi. Ia beralasan bahwa barangkali para Yahudi dipisahkan, dan
ditempatkan di kamp tersendiri. Atau barangkali … entahlah. Saat
akhirnya pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau.
Para tawanan dan penjaga membentuk
barisan tak teratur yang terus bergerak ke barat. Tawanan yang keluar
barisan langsung ditembak di belakang kepala. Tapi banyak juga penjaga
yang juga lari memisahkan diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung
Grabouw. Sempat barisan dari kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara
Russia masuk juga ke kampung itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi
perlu waktu untuk memulihkan diri, dan mencari cara untuk lepas dari
kawasan Russia, menyeberangi sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat,
dan akhirnya kembali ke Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik
mobil ke keluarganya di Amsterdam.
Namun, nun di timur, kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan, dan pada akhir 1945, berita itu mulai
terdengar masyarakat Indonesia di Belanda. Lubis dkk langsung menyatakan
diri bagian dari Republik Indonesia yang merdeka, dan kekikukan
kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda Demokrat Sedunia di
Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres ini, atas nama
Indonesia. Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas bantuan
Inggris, dia bisa berangkat.
Sambutan untuk Indonesia amat meriah,
membuat berang para pemuda Belanda. Lubis kembali ke Belanda menumpang
tim Belgia. Pemerintah Belanda akhirnya memperbolehkan orang Indonesia
kembali ke negerinya. Namun dengan status sebagai NICA. Banyak yang
mengira bahwa ini adalah support yang baik, karena tidak menyadari bahwa
NICA justru memusuhi Pemerintah Indonesia Merdeka. Lubis sempat
menyadari, dan memberi peringatan kepada lainnya.
Namun saat ia bertolak pulang, ia
diberi juga pangkat Mayor NICA, yang tentu ia tolak. Ia mengambil status
sebagai dokter kapal, dan dalam status itu sempat menyelundupkan Dr
Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke Indonesia. Di Indonesia, Lubis
meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak berpolitik. Bekerja sebagai
dokter di PT Timah, Belitung. Zaman kaum komunis Indonesia bangkit,
Lubis difitnah dan dipensiunkan dini, karena dianggap tak mau mendukung
kaum komunis. Tapi ia tetap tinggal di Belitung. Saat istrinya
meninggal, baru ia pindah ke Jakarta. Lubis meninggal di ujung tahun
1994, nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.